Sumber: Indopos
Siapa tak kenal Inke Maris. Seorang jurnalis handal nasional yang tenar di era 80 hingga 90an Pada masa itu, Inke adalah penyiar berita andalan TV Nasional, TVRI. Wanita kelahiran 7 Desember 1950 ini memiliki segudang prestasi membanggakan. Tak hanya sukses menjadi wartawan, Inke juga kini disegani karena kesuksesannya dalam membangun dan menjalankan bisnis bidang komunikasi, yakni “Inke Maris & Associates:, yang bergerak dalam penyedia jasa Public Relations (PR). Maka tak heran, Redaksi Jogja Bangkit sampai memasukkan Inke Maris sebagai salah satu sosok “100 Great Woman- Suara Perempuan yang Menginspirasi Dunia”.
Wanita dengan Segudang Prestasi
Nyi Raden Maria Diniarti Natanegara, atau yang akrab dipanggail Inke Maris mungkin tak pernah menyangka dirinya bisa menjadi sesukses sekarang. Wanita berusia 62 tahun ini, dulu tak pernah bercita-cita menjadi seorang wartawan, penyiar berita, praktisi PR, atau bahkan menjadi seorang pebisnis seperti yang sampai sekarang dijalaninya. “Karena semasa kecil, belum ada bimbingan karier, seingat saya, saya tidak mempunyai cita-cita khusus kecuali ingin mandiri”, jelasnya. Ya, Mandiri! Mungkin itulah kunci utama dibalik kesuksesan seorang Inke Maris.
Meskipun Inke Maris kecil terbilang cukup beruntung, karena dia dilahirkan di keluarga berada, namun tekadnya untuk menajdi seorang yang mandiri lah yang mengantarkannya ke gerbang kesusksesan. Ayahnya, Yusuf Natanegara adalah seorang diplomat yang sering berpindah-pindah tugas dari satu negara ke negara lainnya. Inke kecil yang turut pindah karena tuntutan pekerjaan sang Ayah, tak pernah mengeluh, bahkan sebaliknya, dia begitu beruntung, karena hal itu lah yang kemudian menjadi awal terbukanya jalan kesuksesan masa depan Inke Maris.
Kebiasaan keluarganya yang ikut berpindah menuruti kewajiban kerja ayahnya ini lah yang turut memaksa Inke melanjutkan pendidikan tingginya di Luar Negeri, yaitu di City of London Business School, kemudian berlanjut ke Clark’s College. Selain itu pun, Inke juga menempuh pendidikan Bahasa Inggris (Proficiency) di Cambridge University dan akhirnya kini telah menyelesaikan program pasca sarjananya di University of Leincester dalam bidang Centre of Communication Research.
Di akhir tahun 60an, ketika ayahnya ditunjuk menjadi kepala bagian Ekonomi dan Perdagangan KBRI London sehingga mengharuskan keluarganya untuk tinggal lama di Negara ratu Elizabeth tersebut, menjadi masa-masa awal Inke Maris merintis karier gemilangnya. Ketika itu, Inke mengikuti tes lowongan kerja untuk menjadi staf penyiar Bahasa Indonesia di radio BBC London. Selama menjadi penyiar, reporter, dan produser radio BBC London Seksi Indonesia (BBC World service Indonesian Section), tahun 1976-1982, Inke juga menjadi salah satu koresponden untuk harian nasional Indonesia “Sinar Harapan”, hal itu dilakukannya untuk menghilangkan dahaga kerinduan akan tanah airnya. Dengan menjadi koresponden, dia akan selalu dapat terhubung dengan Negara tercintanya, Indoenesia.
Menjadi penyiar BBC memang adalah awal Inke menjalani karier nya di bidang komunikasi, namun sejatinya, kecintaannya dan minatnya pada bidang ini dimulai sejak dia mendapatkan tugas dalam suatu acara di KBRI London. Ketika itu, dia ditugaskan menjadi pengatur media ketika para ibu diplomat mengadakan acara perayaan Ulang Tahun Bertakhtanya Ratu Elizabeth ke 40 tahun. “Diadakan bazaar di kediaman duta besar Indonesia yang memperlihatkan kerajinan, dan budaya Indonesia, saya diminta untuk membantu dalam mendapatkan liputan media, dan berhasil masuk dalam berita radio BBC, juga surat kabar lokal”, tuturnya. Atas keberhasilannya melaksanakan tugas dengan baik dalam acara tersebut, membuatnya bangga dan sejak itu lah Inke menyadari bahwa betapa menyenangkannya pekerjaan bidang komunikasi sehingga Inke pun mulai menemukan passionnya dalam dunia Komunikasi.
“Memasuki dunia komunikasi dan jurnalistik, merupakan suatu kebetulan”, ungkap anak sulung dari tiga bersaudara ini. Memang tak ada yang menyangka, pengalamannya menjadi jurnalis radio selama 12 tahun berlanjut di tanah air, bahkan menjadi semakin cemerlang. Tahun 1982, sekembalinya Inke ke Indonesia, dia mengikuti tes penyiar yang diselenggarakan oleh TVRi. Sekali lagi, atas kemampuannya yang luar biasa, Inke pun sangat beruntung terpilih menjadi salah satu penyiar di sana untuk siaran nasional “Dunia dalam Berita” dan siaran dalam bahasa Inggris. Pada saat itu, wanita kelahiran kota hujan ini berhasil menyingkirkan 96 orang pesaingnya dalam tes seleksi tersebut.
Menjadi penyiar TVRI merupakan masa-masa dimana Inke Maris merintis hingga mencapai puncak sukses kariernya. Dia begitu dikenal oleh masyarakat luas sebagai seorang jurnalis cerdas dan begitu membanggakan dengan sejuta prestasinya. Wanita yang begitu mahir berbahasa asing ; Inggris, Jerman, dan Belanda ini sering mendapatkan tugas untuk mewawancarai tokoh-tokoh penting dan hebat. Sebut saja diantaranya yaitu Margareth Thatcher (Perdana Menteri Inggris), Nancy Reagan (first lady Amerika Serikat), Yaser Arafat, Goh Cok Tong (Perdana Menteri Singapura), Paul Keating (Perdana Menteri Australia), Michael Camdessus (Direktur Pelaksan IMF), Rajiv Gandhi (Perdana Menteri India), Corry Aquino (Presiden Filipina), dan masih banyak deretan nama tokoh penting lainnnya yang pernah diwawancarai wanita cerdas ini. Pengalaman-pengalaman langka mewawancarai ‘orang besar’ kelas dunia ini didapatkan Inke Maris selama dirinya bekerja di TVRI sejak tahun 1982 hingga 2001. Berkat pengalamannya menjadi jurnalis lebih dari 30 tahun, setidaknya dia telah mewawancarai 400an tokoh terkemuka kelas nasional maupun dunia. Maka, tak perlu diragukan lagi kemampuan komunikasi Inke Maris dan bahkan perlu disadari betapa mengagumkannya istri Rizal Maris ini, sosok pribadi yang cerdas dan begitu banyak mendulang prestasi.
Banting Setir, dari Jurnalistik ke PR
Tak puas dengan sejuta prestasi yang telah diukirnya, di masa Inke bertengger di puncak kesuksesannya sebagai anchor alias pembaca berita dan jurnalis TVRl, dia justru berpikiran untuk beralih karena melihat adanya sebuah peluang bisnis baru, namun masih dalam bidang yang sama, yaitu Komunikasi, yang begitu dicintainya. “Saya melihat ada peluang bisnis ketika Indonesia mulai membuka diri terhadap bisnis regional dan multinasional”, tegas Ibu dari 3 orang anak ini. Memang beruntung, berkat pekerjaannya sebagai seorang jurnalis, memungkinkannya Inke mendapatkan beragam informasi dan pengalamannya dalam mengolah informasi tersebut sebelum akhirnya disampaikanya kepada publik, telah berhasil mengembangkan kemampuan analisanya terhadap banyak hal, termasuk dalam menelaah kondisi ekonomi dan bisnis yang terjadi di negaranya.
Ketika itu, di awal akhir tahun 1980an, Inke telah memperhatikan bahwa Indonesia yang mulai bersikap terbuka dalam hal ekonomi, memungkinkan begitu terbuka jalan dan peluang bagi masuknya investasi asing ke dalam negeri. Dengan demikian, diprediksi pula akan hadirnya banyak perusahaan-perusahaan baru atau organisasi-organisasi lainnya yang bergerak dalam bidang ekonomi maupun bisnis di Indonesia.
Dengan demikian, ketika nanti akan banyak perusahaan baru, Indonesia tentu membutuhkan banyak jasa PR untuk memperkenalkan organisasi-organisasi tersebut kepada publik. Namun celakanya, keadaan di Negara pancasila ini jauh berbeda dengan Negara lain yang lebih maju. Disini, boleh dikatakan sangat minim dalam hal penyedia jasa PR pada masa itu. Berbeda dengan orang lain yang melihat ini sebagai sebuah kelemahan, Inke justru melihat kondisi ini sebagai sebuah peluang bisnis yang baru. Menurutnya, “semua organisasi memerlukan komunikasi untuk mengkomunikasikan keberadaaanya dengan tepat”. Hingga akhirnya di tahun 1987, bermodalkan 75 juta dari hasil pinjaman dari Kredit Usaha Kecil (KUK), Inke bersama suami dan adik-adiknya mendirikan IM&A (Inke Maris & Associates), sebuah perusahaan penyedia jasa komunikasi, khususnya Public Relations (PR)
Tak serta merta membanting setir tanpa modal, Inke terlebih dahulu banyak belajar untuk mendalami bidang barunya ini. “Saya belajar dari awal dengan mengikuti berbagai pendidikan atau pelatihan manajemen dan public relations dan pengalaman sebagai reporter atau jurnalis sangat bermanfaat”, terang wanita yang telah menyandang gelar Master of Art (MA) ini. Bisnis yang dirintisnya bersama Rizal Maris, sang suami tercinta ini merupakan bisnis yang dibangun dengan tujuan mulia yaitu keinginan Inke Maris untuk mempraktekkan dan memanfaatkan kecakapan serta kemahirannya dalam komunikasi strategis untuk membantu orang lain, yaitu dalam hal ini para pebisnis asing yang ingin berinvestasi di tanah airnya, Indonesia.
Patut diacungi jempol keberanian Inke Maris untuk mendirikan perusahaan IM&A, yang kemudian diakui menjadi salah satu pelopor atau pioneer bisnis penyedia jasa PR, di masa itu. IM&A lahir pada masa dimana Indonesia memang belum begitu mengenal Public Relations, bahkan masyarakat atau khususnya perusahaan dalam negeri belum memahami pentingnya PR sehingga merasa belum terlalu membutuhkannya. Itu lah tantangan besar yang dihadapi Inke dan perusahaannya.
Dia mengaku, ketika itu masih merasa sangat kesulitan untuk mendapatkan klien dari perusahaan-perusahaan dalam negeri. Namun hal tersebut tak menjadi kendala berarti bagi Inke dalam merintis bisnisnya itu, karena ketika ditawarkan pada target lainnya, yaitu perusahaan asal luar negeri yang pada masa itu mulai banyak berdiri di Indonesia, responnya sangat jauh berbeda. Memang Inke pun paham bahwa di luar negeri, konsultan public relation sudah sangat akrab dikenal dalam dunia bisnis dan bahkan diakui menjadi sebuah bagian penting dan pendukung dari suatu bisnis atau perusahaan. “Di awal berdirinya IM&A, klien kami seperti Hongkong Tourism Board, Mattel, Phillip Morris, World Gold Council dan Singapore Airlines, adalah perusahaan-perusahaan asing”, terang Inke. Maka tak heran, Jurnal Naisonal menyebutkan bahwa 50 persen klien IM&A adalah perusahaan asing.
Profesionalisme, si Kunci Sukses
Sudah banyak pihak yang tak ragu untuk mengakui bahwa Inke Maris memiliiki profesionalitas yang tinggi dalam melakukan setiap pekerjaannya. Selain kemandirian, ini lah satu lagi kunci dibalik kesuksesan yang diraih oleh wanita yang kini telah memiliki satu oarng cucu.
Sikap profesionalisme ini pula lah yang membuatnya menjadi seorang praktisi PR ternama dan perusahaa sebagai penyedia jasa PR yang dirintis dan dikembangkannya selama seperempat abad ini patut diperhitungkan oleh banyak pihak.
Dulu ketika mendirikan perusahaan jasa PR, Inke Maris tidak melihat adanya pesaing. Namun kini, ketika Indonesia mulai sadar akan pentingnya peran PR, muncul banyak pesaing, yaitu perusahaan-perusahaan serupa yang menawarkan penyediaan jasa PR maupun jasa konsultasi komunikasi strategis. Msekipun demikian, perusahaan IM&A yang dipimpin Inke Maris tak bisa dianggap remeh oleh para pesaing. Hal ini karena Inke Maris selalu berusahan menanamkan dan menerapkan profesionalisme dalam memimpin perusahaan yang telah memperkerjakan lebih dari 80 orang karyawan ini.
Hingga kini, Inke Maris melalui perusahaannya IM&A tercatat telah banyak menangani klien dan menjadi PR bagi perusahaan-perusahaan besar, seperti Mercedes Benz, Volkwagen (VW), World Gold Council, Telkom, Caltex, Newmont, Conoco Indonesia, Total Indonisia, Singapore Airlines, Hong Kong Tourism Board (HKTB), BCA, BNI, Bank Mandiri dan BII.
Tidak perlu lagi untuk mempertanyakan kapabilitas Inke maris dalam menangani krisis dalam perusahaan. Dia adalah spesialisnya. Namun, dengan alasan profesionalisme bahwa pekerjaanya bermodal kepercayaan, maka dirinya enggan menceritakan detail krisis perusahaan yang pernah diatasinya.
Inke Maris hanya bersedia untuk mengungkapkan secara umum bahwa dirinya pernah menangani krisis Silk Air, anak perusahaan Singapore Airlines, yang salah satu pesawatnya pernah jatuh di Sungai Musi, Palembang, tanpa ada penumpang dan awak yang selamat. Naasnya, kejadian tersebut terjadi ketika perusahaan tersebut dinilai sangat sukses di dunia menurut sebuah penilaian industri. Ketika itu, Inke Maris dan perusahaan IM&A nya menangani informasi dalam keadaan krisis dengan baik sehingga akhirnya tidak menurunkan kepercayaan dan minat publik untuk menggunakan jasa Singapore Airlines itu sendiri.
Selain itu, Inke juga sukses menangani krisis yang dialami oleh Newmont Gold Mining, sebuah perusahaan pertambangan emas yang pernah diisukan oleh LSM bahkan Kementerian Lingkungan Hiduo mencemari teluk Buyat. “Kami menangani media centre dan penyebaran informasi dilakukan secara tepat atau akurat dan strategis. Sehingga semua isu tersebut dapat dibuktikan tidak benar dan setelah dua tahun krisis komunikasi pun berlalu”, cerita Inke Maris.
Klien IM&A begitu beragam, tak hanya dari perusahaan luar negeri, namun juga dalam negeri. Bukan sekedar mampu menangani permintaan klien swasta, namun juga sanggup menjadi PR yang baik bagi pemerintah. Di tahun 2004, Inke Maris ditunjuk sebagai PR untuk pasangan kandidat capres dan cawapres, SBY & JK, di masa kampanye Pemilu tahun 2004. Dalam melakukan tugas tersebut, Inke Maris dianggap sangat berhasil membangun citra yang baik bagi pasangan SBY & JK sehingga popularitas pasangan tersebut lebih tinggi dari para pesaingnya, bahkan kemudian mampu mendapatkan suara terbanyak dari rakyat hingga akhirnya SBY & JK menjadi orang nomor satu dan dua di negeri ini selama lima tahun selanjutnya.
“Pengalaman menarik saat menangani acara-acara besar yang melibatkan pimpinan tertinggi Republik ini”, kata CEO IM&A ini mengakui ketika ditanya pengalaman yang paling menarik selama menjadi praktisi PR. Dia menyebutkan diantaranya yaitu ketika menyelenggarakan Hari Susu Nusantra, Hari Osteoporosis Nasional, yang merupakan gerak jalan 10.000 langkah bersama Presiden SBY dan Ibu Negara pada 2009.
Selain itu, Inke Maris pun berhasil menyelenggarakan pertemuan antara presiden SBY dengan tokoh dunia lainnya, seperti dengan Perdana Menteri Singapura Goh Chok Tong, juga sukses dalam menyelenggarakan acara teleconference dari Istana Negara dengan kapal produksi gas terbesar kedua di dunia milik Conoco, Balanak.
Selanjutnya, dirinya juga bercerita bahwa pengalaman mengesankan juga terjadi saat Peluncuran Universitas Pertahanan Indonesia atau Indonesian Defense University dibuka oleh Presiden SBY di Istana Merdeka dan Seminar International tentang ”Indonesia 2025:Tantangan Geopolitik dan Keamanan” di Kementerian Pertahanan RI tahun 2009 dan 2010. Bahkan Masih banyak kegiatan pemerintahan lainnya yang pernah di-handle-nya dan telah diakui Inke sebagai pengalaman-pengalaman yang paling menarik baginya selama menapaki kariernya di dunia PR.
Inke Maris secara tegas mengungkapkan bahwa professionalisme tetap menjadi prinsip utamanya dalam menjalankan bisnisnya bidang penyedia jasa PR, yaitu perusahaan IM&A, “Perusahaan tidak memilih pekerjaan atas dasar senang atau tidak senang tetapi atas dasar profesionalisme. Mampukah IM&A berkontrubusi untuk kepentingan atau keperluan klien, baik pemerintah ataupun perusahaan dalam negeri,asing,swasta, maupun Negara”.
Berkat kemandirian, ketekunan, kegigihan, dan konsistensinya untuk terus bersikap profesional dalam merintis, serta menjalankan bisnis di bidang komunikasi nya ini, telah mengantarkan Inke Maris berhasil untuk membangun reputasi baik perusahaannya juga mampu terus berkembang meskipun disadari bahwa persaingan diantara perusahaan serupa semakin banyak. Hingga akhirnya perjuangannya selama ini memebesarkan IM&A membuahkan hasil yang setimpal, di tahun-tahun terakhir ini, IM&A terus berada di posisi leading, bahkanpada 2003 pun IM&A berhasilmemperoleh penghargaan Cakram Award for Best Public Relation Consultant of The Year.
Jadi, bukan hanya Inke Maris, sang founder dan CEO nya yang berprestasi, namun perusahaan yang dirintisnya pun tak kalah cemerlang dalam mengukir prestasi,
(YANI)